Selasa, 10 Mei 2016

Nilai Komitmen Guru pada Tugas


Abstrak
Komitmen guru adalah suatu keterikatan diri terhadap tugas dan kewajiban sebagai guru yang dapat melahirkan tanggung jawab dan sikap reponsif dan inovatif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Nilai komitmen terhadap tugas atau pekerjaan dalam hal ini adalah nilai-nilai kerja. Tantangan dunia pendidikan kita saat ini antara lain adalah masih rendahnya kualitas pendidikan, salah satu penyebabnya menurunnya komitmen guru dalam melaksanakan tugas.
Kata kunci: komitmen, responsif, inovatif
Pendahuluan
Guru merupakan profesi yang paling mulia, karena ditangan merekalah harapan bangsa, keluarga dan bahkan orang tua berada. Ketika si anak berangkat kesekolah untuk menuntut ilmu maka dimulailah keberkahan dan pahala mengalir dan bahkan ketika ilmu yang didapat dimanfaatkan maka sampai si anak wafat barulah putus pahalanya. Guru profesional adalah orang yang memiliki keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga mampu melaksanakan tugas-tugasnya dengan maksimal atau dengan kata lain guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya. Untuk mencapai suatu profesionalisme bukanlah hal yang mudah, tapi harus melalui suatu pendidikan dan latihan yang relevan dengan profesi yang ditekuni. Profesionalitas sangat diperlukan di era global, jika tidak maka kita akan tergilas oleh arus dan pada akhirnya tersisih.
Pemerintah sudah menunjukkan perhatian serius terhadap guru dengan berupaya meningkatkan anggaran pendidikan dan membuat produk hukum yang mengatur tentang guru yaitu Undang-undang Guru dan Dosen. Setelah disertifikasi dan menerima tunjangan sertifikasi dituntut untuk lebih memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Sejumlah kompetensi yang harus dimiliki guru profesional, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini. Tidak ada alasan lagi untuk mengelak, seperti sebelum lahirnya undang-undang guru dan dosen.
Komitmen guru adalah suatu keterikatan diri terhadap tugas dan kewajiban sebagai guru yang dapat melahirkan tanggung jawab dan sikap reponsif dan inovatif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Nilai komitmen terhadap tugas atau pekerjaan dalam hal ini adalah nilai-nilai kerja. Tantangan dunia pendidikan kita saat ini antara lain adalah masih rendahnya kualitas pendidikan. Maka tidaklah mengherankan, guru yang berpredikat guru profesional nampak lebih ekstra keras untuk bekerja. Beban mengajar tatap muka meningkat dari 18 menjadi minimal 24 jam perminggu. Di luar jam tatap muka, guru berjibaku menyiapkan dokumen pembelajaran seperti program tahunan, program semester, rencana pelaksanaan pembelajaran dan sejumlah perangkat lainnya. Meskipun sudah bertahun-tahun membuat perangkat pembelajaran, kesulitan tetap ada, sebab perangkat pembelajaran yang sekarang harus pula disesuaikan dengan kurikulum sekolah. Tidak bisa dibuat sesuka hati, apalagi pengawas dari dinas pendidikan kabupaten/ kota akan selalu memantau perkembangan perangkat pembelajaran guru dan perkembangan sekolah.
Permasalahan Komitmen Guru
Guru profesional yang telah lolos sertifikasi dan konsisten dalam menjaga komitmen terhadap tugas saat ini mendapat tantangan. Hasil penelitian yang dilakukan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), pascaprogram pemberian sertifikasi guru melalui penilaian porto folio sejak tahun 2005 lalu tidak memberi dampak besar terhadap perubahan kultur di sekolah menjadi lebih baik, kinerja guru dalam mengajar di kelas, dan peningkatan kemampuan siswa. Disinyalir ‘sebagian besar’ guru sekarang ini melakukan tugas hanya menggugurkan kewajiban, bahkan lebih parah dari itu. Penelitian yang dilakukan oleh Hariri (2010) hasilnya menunjukkan bahwa sertifikasi memiliki pengaruh yang rendah terhadap kinerja guru. Hal ini tampak dari hasil analisis perbandingan kinerja guru sebelum dan setelah lulus sertifikasi dimana rata-rata kinerja guru pascasertifikasi justru mengalami penurunan dibandingkan sebelum sertifikasi.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Nyayu Khodijah (2010) dinyatakan bahwa kinerja guru pasca sertifikasi, baik secara keseluruhan, maupun dilihat dari aspek perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, penilaian pembelajaran, dan pengembangan profesi, semuanya menunjukkan kinerja yang masih di bawah standar. Dalam penelitian tersebut juga dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja antara guru madrasah dan guru Pendidikan Agama Islam, antara guru yang tinggal di perkotaan dan di pedesaan.
Nilai atau sistem nilai yang ada dalam diri seseorang seringkali memerlukan perubahan. Perubahan tersebut tentu saja merupakan perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan nilai perlu dilakukan apabila nilai-nilai yang dianut sebelumnya sudah tidak sesuai dengan tuntutan saat ini. Selain itu, mungkin telah terjadi pergeseran nilai sehingga ada degradasi nilai atau moral yang tidak menguntungkan.
Kurangnya kesadaran etika profesi yang terjadi akhir-akhir ini menunjukkan merosotnya nilai-nilai kerja yang dianut kebanyakan orang. Etika kerja sudah mulai kabur, sehingga bagi pelaku profesi tidak dapat membedakan nilai benar atau salah.
Hal lain yang mungkin terjadi, bahwa sebenarnya sudah mengetahui nilai benar atau salah akan tetapi tetap melakukan pelanggaran. Salah satu faktor penyebab dari kondisi ini adalah kurangnya komitmen seseorang terhadap pekerjaan atau profesi yang digelutinya. Kurangnya komitmen ini menimbulkan sikap atau perilaku yang tidak positif terhadap pekerjaan atau profesi. Seseorang menjadi dengan mudahnya menukar etika profesi dengan kepentingan-kepentingan tertentu.
Seorang guru harus menjadi figur bagi para siswanya, tingkah laku guru harus benar-benar terjaga agar memiliki wibawa sehingga para siswa patuh terhadap gurunya, tetapi sangatlah tidak mungkin seorang siswa dapat patuh terhadap gurunya apabila tingkah laku gurunya tidak dapat dijadikan figur. Banyak sekali larangan atau aturan-aturan yang dibuat di setiap sekolah tetapi malah gurunya sendiri yang melanggarnya. Sebagai contoh dilarang merokok, tidak boleh berbicara kasar ataupun kotor, dan banyak yang lainnya, dan yang sering guru lupakan bahwa pengajaran yang terbaik adalah dengan sikap kita, karena sikap lebih penting dibanding ucapan.
Komitmen Guru Profesional
Komitmen menjalankan tugas dinyatakan sebagai salah satu kemampuan yang digunakan untuk meng­ukur kinerja guru. Agar guru dapat menunjuk­kan kinerjanya yang tinggi, paling tidak guru tersebut harus memiliki penguasaan terhadap materi apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya agar pembelajaran dapat berlangsung efektif dan efisien serta komitmen untuk men­jalankan tugas-tugas tersebut.
Komitmen guru merupakan hal amat penting dalam upaya meningkatkan kinerja sekolah, baik secara personal maupun organisasional. Komitmen pasti akan mendorong rasa percaya diri dan semangat kerja mereka. Komitmen akan memperlancar pergerakan sekolah mencapai goal setting perubahan. Hal ini ditandai dengan terciptanya peningkatan, baik bersifat fisik maupun psikologis, sehingga segala sesuatunya menjadi menyenangkan bagi seluruh warga sekolah.
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif, membiasakan menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen didalam kelas. Mengelola kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas adalah kehangatan dan keantusiasan, tantangan, variasi, fleksibel, penekanan pada hal-hal positif, dan penanaman disiplin diri. Komponen keterampilan mengelola kelas adalah penciptaan dan pemeliharaan iklim pembelajaran yang optimal, keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal, pengelolaan kelompok dengan cara peningkatan kerjasama dan keterlibatan siswa dan menangani konflik dan memperkecil masalah yang timbul, serta menemukan dan mengatasi perilaku yang menimbulkan masalah.
Guru merupakan faktor yang pertama dan utama yang mempengaruhi pelak­sanaan kurikulum. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan kurikulum di sekolah harus diawali dengan adanya komitmen guru untuk menjalankan tugas yang aktif, kreatif dan inovatif. Keberhasilan suatu pekerjaan tidak hanya ditentukan oleh ada­nya partisipasi atau keterlibatan seseorang tetapi juga dipengaruhi oleh adanya komit­men seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Komitmen berkaitan dengan kesatuan janji dan kesepakatan bersama. Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa komitmen merupakan pengaturan diri di dalam pe­kerjaan masing-masing atau keterikatan psikologis seseorang pada organisasi. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa komitmen berkaitan dengan kesediaan, kepedulian, ketertarikan dan keterlibatan atas sesuatu dengan penuh tanggung jawab.
Mulyasa (2005: 151) menjelaskan bahwa komitmen secara mandiri perlu dibangun pada setiap individu warga sekolah termasuk guru, terutama untuk menghilangkan setting pemikiran dan budaya kekakuan birokrasi, seperti harus menunggu petunjuk atasan dengan mengubahnya menjadi pemikiran yang kreatif clan inovatif.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa komitmen adalah suatu keberpihakan diri terhadap suatu pe­kerjaan atau tugas atas dasar loyalitas, tanggung jawab, dan keterlibatan secara psikologis dalam tugas, seperti ke­banggaan dan rela berkorban.
Komitmen tersebut dapat diraih me­lalui beberapa aktivitas, antara lain: (1) membangun arti penting tugas yang menjadi tanggung jawab, (2) menye­derhanakan berbagai tugas yang rumit, dan (3) berorientasi terhadap penyelesaian tugas. Tugas guru salah satunya adalah mengarahkan dan membimbing kegiatan belajar siswa sehingga siswa mau belajar. Untuk itu, agar siswa cenderung aktif dalam kegiatan pem­belajaran maka guru harus dapat meng­arahkan dan membimbing kegiatan belajar siswa. Tugas pengarahan dan pem­bimbingan tersebut dapat terwujud, jika dalam diri guru tersebut ada dorongan dan komitmen untuk melakukannya.
Terkait dengan tugas guru tersebut, dasar komitmen adalah komunikasi dan peran serta. Adanya komunikasi dan peran guru ditentukan oleh komitmen guru itu sendiri. Untuk itu, diperlukan komitmen guru mewujudkan proses komunikasi dan peran guru dalam mengarahkan dan mem­bimbing kegiatan belajar siswa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung efektif. Jika mereka kurang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai dan arah strategis suatu organisasi maka mereka tidak pernah memiliki kinerja sesuai dengan harapan.
Berdasarkan pada uraian ter­sebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen terhadap tugas adalah keberpihakan se­orang guru secara psikologis dalam me­ngarahkan dan membimbing kegiatan belajar siswa sehingga kondisi pem­belajaran efektif, yang ditandai oleh: (1) ke­pedulian terhadap kesulitan belajar siswa, (2) partisipasi dalam membimbing kegiatan belajar siswa (secara individu dan ke­lompok), (3) menciptakan suasana pem­belajaran yang menyenangkan, (4) adanya kemauan yang tinggi dalam membelajarkan siswa, (5) tingkat kehadiran yang tinggi, dan (6) memiliki tanggung jawab dalam tugas pembelajaran.
Membudayakan Nilai-nilai Komitmen Terhadap Pekerjaan atau Profesi
Nilai-nilai kerja, dalam hal ini nilai komitmen terhadap pekerjaan menjadi nilai yang vital untuk dibudayakan bagi calon pelaku profesi. Dalam membudayakan nilai-nilai komitmen ini, pendidikan harus dioptimalkan. Lembaga pendidikan memiliki peran sentral dalam upaya menanamkan dan membudayakan nilai-nilai komitmen sebelum calon-calon lulusannya siap menjadi pelaku profesi tertentu.
Lembaga pendidikan diharapkan tidak hanya mengorientasikan pada pengembangan aspek kognitif saja, akan tetapi juga mengembangkan aspek afektif dan psikomotor.
Beberapa hal yang penting dilakukan lembaga pendidikan dalam upaya membudayakan nilai-nilai komitmen tersebut adalah sebagai berikut :
1. Melaksanakan pendidikan nilai
Adanya gejala pergeseran nilai yang terjadi dalam lingkup profesi, pendidikan nilai tampaknya menjadi agenda yang penting untuk dilakukan. Tanggung jawab lembaga pendidikan tidak hanya menghasilkan pribadi yang cerdas secara intelektual, tetapi juga pribadi yang berbudi luhur perlu ditekankan. Nilai-nilai yang ditanamkan diharapkan akan menjadi dasar perilaku peserta didik untuk menentukan sesuatu “boleh dilakukan” atau “tidak boleh dilakukan” kelak ketika mereka benar-benar melaksanakan perilaku profesi.
Pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai komitmen terhadap pekerjaan perlu menekankan pada kekuatan ikatan emosional peserta didik kepada bidang ilmu yang ditekuni saat ini. Ikatan emosional dapat berupa rasa kecintaan terhadap profesi terkait bidang ilmu tersebut. Selain itu juga perlu menumbuhkan rasa kebanggaan pekerjaan dan profesi. Ikatan emosional terhadap pekerjaan atau profesi akan membentuk nilai komitmen terhadap pekerjaan secara afektif. Dengan demikian seseorang akan berupaya untuk selalu mengembangkan ilmu terkait dengan pekerjaan dan profesinya.
Pendidikan nilai juga ditekankan pada tanggung jawab profesi. Tanggung jawab profesi ini meliputi tanggung jawab terhadap investasi waktu, tenaga dan biaya yang dikeluarkan untuk menekuni bidang profesi. Selain itu, juga berupa tanggung jawab untuk melakukan upaya timbal balik keilmuan terhadap sesuatu yang telah diterima selama menekuni bidang ilmu. Dengan demikian, bentuk tanggung jawab tersebut diharapkan akan dapat menumbuhkan komitmen kalkulatif dan normatif.
2. Melakukan sosialisasi kode etik profesi
Dalam menegakkan etika profesi, dalam hal ini pedoman nilai untuk menjalankan tugas profesi perlu ada sosialisasi kode etik profesi. Kode etik profesi ini disosialisasikan dan ditanamkan sedini mungkin, sehingga proses internalisasi nilai berlangsung lebih awal. Kode etik profesi hendaknya disosialisasikan tidak hanya sekedar lisan akan tetapi perlu adanya pengelolaan yang lebih komprehensif dan sistematis.
3. Melakukan perbaikan organisasi profesi
Sosialisasi kode etik profesi secara umum sudah tampak diupayakan oleh kebanyakan bidang profesi, meskipun seringkali belum menunjukkan pelaksanaan secara sistematis dan komprehensif. Justru yang tidak kalah penting adalah perbaikan organisasi profesi. Perbaikan organisasi profesi ini diharapkan dapat mentargetkan agenda-agenda pengembangan profesi, sehingga para pelaku profesi tidak terjebak pada rutinitas kerja yang membosankan. Selain itu, dengan manajemen yang tertata dengan baik, memberikan konsekuensi bagi para pelaku profesi secara otomatis akan menjadi anggota organisasi profesi.
Konsekuensinya, pengambil kebijakan profesi dapat menetapkan sanksi-sanksi atas pelanggaran kode etik. Selanjutnya, dapat memberikan sanksi kepada pelaku profesi yang melakukan pelanggaran kode etik. Organisasi profesi yang dikelola dengan baik juga dapat memberikan harapan positif bagi pelaku profesi mengenai masa depan profesi di mata masyarakat.
Penutup
Pergeseran nilai yang terjadi di masyarakat saat ini telah menjadi fenomena umum. Salah satu konsekuensi dari adanya pergeseran nilai ini adalah munculnya persoalan-persoalan penyelewengan kode etik profesi. Etika profesi, termasuk profesi guru, mulai ‘digadaikan’ demi kepentingan-kepentingan tertentu.
Guru merupakan faktor yang pertama dan utama yang mempengaruhi pelak­sanaan kurikulum. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan kurikulum di sekolah harus diawali dengan adanya komitmen guru untuk menjalankan tugas yang aktif, kreatif dan inovatif.
Salah satu akar permasalahan dari hal tersebut adalah kurangnya nilai-nilai komitmen terhadap pekerjaan. Nilai-nilai komitmen terhadap pekerjaan yang terdiri dari tiga aspek yaitu komitmen afektif, kalkulatif dan normatif perlu ditanamkan pada para calon pelaku profesi. Hal penting yang dilakukan dalam menanamkan dan membudayakan nilai-nilai komitmen tersebut antara lain dengan melalui pendidikan nilai, sosialisasi kode etik profesi dan perbaikan organisasi profesi.
Komitmen secara mandiri perlu dibangun pada setiap individu warga sekolah termasuk guru, terutama untuk menghilangkan setting pemikiran dan budaya kekakuan birokrasi, seperti harus menunggu petunjuk atasan dengan mengubahnya menjadi pemikiran yang kreatif dan inovatif.

Guru yang pertama adalah faktor utama yang mempengaruhi dan pelak sanan kurikulum. Oleh Karena itu, dalam penerapan kurikulum sekolah harus dimulai dengan sebuah komitmen untuk tugas guru yang aktif, kreatif, dan inovatif.
Salah satu akar dari masalah itu adalah kurangnya nilai komitmen terhadap pekerjaan. Nilai dari komitmen untuk pekerjaan yang terdiri dari tiga aspek, yaitu komitmen afektif dan kalkulatif normative perlu ditanamkan di kandidat untuk melepaskan dari profesi. Hal yang paling penting dilakukan dalam menanamkan dan civilize nilai dari komitmen antara lain dengan pendidikan, nilai melalui sosialisasi etika dan profesi perbaikan organisasi profesi.
Butuh komitmen dengan independen dibangun di setiap individu warga sekolah termasuk guru, terutama untuk menghilangkan pemikiran dan budaya menata kekakuan birokrasi, harus menunggu seperti bos dengan sebuah petunjuk untuk mengubahnya menjadi kreatif, dan inovatif.

0 komentar:

Posting Komentar