Jumat, 12 April 2013

KEMATANGAN SESEORANG

Kematangan sosial seseorang secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kemampuan dirinya untuk beradaptasi dan menjalin hubungan yang sehat dan memuaskan dengan orang lain. Dan seseorang dikatakan matang secara sosialnya, apabila ia mampu memahami kondisi orang lain baik kekurangan maupun kelebihan yang dimilikinya. Selain itu dirinya juga harus bisa menerima kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri sendiri. Dan apabila seseorang memiliki kemampuan seperti itu, tentu akan memudahkan dirinya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan pihak lain.
Dari sini nampak jelas bahwa kematangan sosial merupakan hal yang sangat penting apabila hendak membina hubungan persahabatan, kekerabatan dan tentu saja hubungan rumah tangga, karena sebelumnya satu dengan yang lainnya adalah orang asing yang berbeda karakter dan latar belakangnya serta masing-masing pihak pasti memiliki kekurangan maupun kelebihan.

Dengan demikian seseorang yang memiliki kematangan sosial, Insya Allah akan lebih bisa memahami kekurangan serta menerima kelebihan orang lain dalam hubungannya tsb. Selain itu dengan kematangan sosial ini pula, diharapkan menjadi lebih sadar bahwa kekurangan orang lain adalah ladang beramal shaleh yang diberikan oleh Allah buat dirinya dengan menutupi kekurangan yang lainnya tersebut. Sementara kelebihan yang dimiliki pasangan hidupnya dapat mengingatkan dirinya kepada Allah karena telah diberi nikmat tersebut.
Hubungan yang baik hanya terjadi jika masing-masing pihak bisa menjaga hubungan tersebut diantara keduanya, dapat menepis sikap egois masing-masing pihak, demi kebaikan bersama. Apabila komunikasi memburuk, mungkin dalam hal ini menandakan hubungan tersebut belum memiliki kematangan sosial.
Dari hal itulah kita semua sangat dianjurkan untuk memperbanyak melakukan siturahim kepada sesama sebagai jalan untuk menguatkan tali ukuwah dan sebagai sarana untuk mendapatkan kematangan sosial. Dengan silaturahim akan menjadikan hati semakin dekat, sehingga ukuwah akan semakin kuat terjalin dan timbul rasa untuk saling memahami dan menerima kelebihan serta kekurangan masing-masing.


Mendewasakan emosional sebelum memasuki dunia nyata sangatlah penting bagi kita semua terlebih-lebih yang hendak menjalin hubungan antar sesama, seperti halnya “Kematangan Diri Secara Sosial” secara emosional jg sangatlah penting.
Jika kita sudah bisa mandiri secara emosional yang berakan dari berbagai emosi , harus bisa melepaskan ketergantungan dan keterikatan secara emosional dengan orang tua dan kerabat dekat lainnya.
Maaf jika kurang tepat karena saya sendiri bukan pakarnya dan sama sekali belum mengalaminya, hal ini menyinggung masalah rumah tangga sebagai contohnya, dimana sebelumnya saya menangkap dua kejadian nyata dalam sebuah rumah tangga, pernah menjumpai (melihat dan mendengar) sebuah rumah tangga dimana antara suami dan istri belum terikat kuat secara emosional.

Sang istri lebih kuat ikatan emosionalnya kepada orang tua daripada kepada suaminya. Setiap datang permasalahan ia langsung lari kepada kedua orang tuanya, tanpa berusaha terlebih dahulu menyelesaikannya bersama dengan suami. Dia lebih mengutamakan taat kepada orang tuanya daripada suaminya, tentu hal ini tidak baik bukan? Karena ketaatan yang lebih utama bagi seorang wanita yang punya suami setelah taat kepada Tuhannya adalah taat kepada suaminya.
”Aisyah Ra. berkata: “Saya bertanya kepada Rasulullah Saw “Siapakah orang yang paling besar haknya terhadap seorang perempuan? Sabdanya : Suaminya!” Lalu saya bertanya: “Siapakah orang yang paling besar haknya atas diri seorang laki-laki?” Sabdanya: “Ibunya!” (HR. al-Bazaar dan disahkan oleh al-Hakim).
Dan begitu pula tidak jarang sang suami justru yang masih kolokan (manja dan kekanak-kanakan). Dirinya sering meminta tolong orang tuanya untuk meminta tanggung jawab istrinya selama mendampinginya. Suami yang memiliki karakter seperti ini tentu kurang dapat bertanggung jawab terhadap istri dan keluarganya, padahal ia adalah seorang kepala keluarga. Rumah tangga yang seperti ini tentulah kurang baik dan kurang bisa mandiri, karena masih memerlukan penggembalaan orang tua. Oleh karena itu, seorang suami dituntut untuk bisa dewasa secara emosional selaku seorang kepala keluarga, sehingga bisa bersikap baik terhadap keluarga yang dibinanya. Itulah yang dianjurkan Rasulullah Saw.
Demikianlah kurang lebihnya akan perlunya memiliki kematangan emosional, yaitu melepaskan diri dari ketergantungan kepada orang yang selama ini dominan terhadap dirinya, seperti orang tua dan lain-lain. Tujuannya adalah agar lebih mesra menjalin hubungan dengan orang yang menjadi pasangan hidupnya, sehingga bisa melaksanakan apa yang menjadi kewajiban dirinya.

0 komentar:

Posting Komentar