Bila Suami Berperangai Kasar Istri Rasulullah
(oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah)
Seorang ibu dari tiga anak tampak menahan isak tangisnya ketika
menceritakan perlakuan yang diterimanya dari suaminya. Ketidakpedulian,
ucapan yang kasar, & pukulan sudah menjadi kawan dlm hidupnya selama
berkeluarga. Sebenarnya sakit di badan sudah tak dirasakan namun sakit
di hati terus tersimpan hingga membawanya utk mengadukan kisah hidupnya
dgn satu asa akan ada jalan keluar dari deraan derita.
Betapa malang nasib seorang
wanita yang lemah bila mendapatkan suami yang berperangai kasar lagi “ringan tangan&
#8221; seperti itu. Padahal Rasul yang mulia n telah bertitah:
“Janganlah kalian memukul hamba-hamba perempuan Allah.”
Datanglah ‘Umar ibnul Khaththab z utk mengadu:
“Wahai
Rasulullah, sungguh para istri telah berbuat durhaka kepada suami-suami mereka.”
Mendengar pengaduan ini Rasulullah n memberi izin kepada para suami utk
memukul istrinya. Namun ternyata setelahnya banyak wanita datang
menemui istri-istri Rasulullah n guna mengadukan suami-suami mereka.
Maka kata beliau n:
“Sungguh banyak wanita berkeliling di keluarga
Muhammad guna mengadukan suami-suami mereka. Bukanlah para suami yang
memukul istri (dengan keras) itu orang yang terbaik di antara kalian.”
(HR. Abu Dawud no. 2145, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dlm
Shahih Abi Dawud)
Kata Rasul n, mereka bukanlah orang yang terbaik, karena suami yang
terbaik tak akan memukul istrinya. Justru ia bersabar dgn kekurangan
yang ada pada istrinya. Kalaupun ingin memberi (pukulan) pendidikan
kepada istrinya, ia tak akan memukulnya dgn keras hingga membuatnya
mengadu/mengeluh. (‘Aunul Ma’bud, Kitab An-Nikah, bab Fi Dharbin Nisa`)
Al-Imam Al-Baghawi v menjelaskan bahwa sekalipun memukul istri
dibolehkan karena akhlak mereka yang jelek misalnya, namun menahan diri
& bersabar atas kejelekan mereka serta tak memukul mereka justru
lebih utama & lebih bagus. Ucapan yang semakna dgn ini juga
dihikayatkan dari Al-Imam Asy-Syafi’i v. (Syarhus Sunnah, 9/187)
Apakah suami sama sekali tak dibolehkan memukul istrinya? Jawabannya
sebagaimana yang telah diisyaratkan di atas, boleh bila memang
diperlukan1. Adapun bila memukul itu sudah menjadi kebiasaan, salah
sedikit pukul, marah sedikit pukul, hingga si istri babak belur, maka
jelas tidaklah diperbolehkan.
Bila istri berbuat nusyuz, durhaka
kepada suaminya & tak mempan dinasihati dgn baik, tak pula berubah
setelah ‘diboikot’ di tempat tidurnya, ketika itu suami dibolehkan
menempuh tahapan ketiga utk meluruskan kebengkokan istrinya, yaitu dgn
memukulnya. Tahapan ini ditunjukkan dlm firman Allah l:
“Dan para
istri yang kalian khawatirkan (kalian ketahui & yakini2) nusyuznya
maka hendaklah kalian menasihati mereka, meninggalkan mereka di tempat
tidurnya, & pukullah mereka.” (An-Nisa`: 34)
Dengan demikian,
cara pukulan barulah ditempuh setelah cara lain tak manjur. Bukan
pukulan jadi tameng pertama utk menghadapi atau menghukum kesalahan
istri.
Rasulullah n ketika menasihati Fathimah bintu Qais x dlm
urusan pernikahan, beliau memberi bimbingan agar Fathimah jangan
menerima lamaran laki-laki yang diketahui suka memukul wanita. Kisahnya
bisa kita simak berikut ini:
Fathimah bintu Qais x ditalak tiga oleh
suaminya Abu ‘Amr bin Hafsh. Ia lalu menjalani masa iddahnya &
Rasulullah n telah berpesan, “Bila engkau telah selesai dari iddahmu,
beritahu aku.” Selesai masa iddahnya, Fathimah mengabarkan kepada
Rasulullah n bahwa ia dilamar oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan & Abul
Jahm c. Rasulullah n bersabda:
“Adapun Abul Jahm, ia tak pernah
meletakkan tongkatnya dari pundaknya. Sedangkan Mu’awiyah seorang yang
fakir tak berharta, maka (jangan engkau menikah dgn salah satunya, tapi
–pent.) menikahlah dgn Usamah bin Zaid.” (HR. Muslim no. 3681)
Makna “tidak pernah meletakkan tongkatnya dari pundaknya” ditunjukkan dlm riwayat lain:
“Adapun Mu’awiyah, ia lelaki yang fakir tak berharta. Sedangkan Abul
Jahm adalah lelaki yang suka memukul para wanita….” (HR. Muslim no.
3696)
“Adapun Mu’awiyah, ia seorang yang fakir lemah keadaannya.
Sedangkan Abul Jahm memiliki sifat keras terhadap para wanita –atau ia
biasa memukul para wanita, atau yang semisalnya–….” (HR. Muslim no.
3697)
Apabila seorang suami terpaksa memukul istri maka pukulan
tersebut tak boleh sampai membuat cacat. Hendaklah ia memukul dgn
pukulan yang ringan, sehingga tak membuat si istri menjauh ataupun
mendendam kepada suaminya. (Fathul Bari, 9/377)
Saat menyampaikan khutbah dlm haji Wada’, Nabi n memberi wejangan:
“Bertakwalah kalian kepada Allah dlm perkara para wanita (istri),
karena kalian mengambil mereka dgn amanah dari Allah & kalian
menghalalkan kemaluan mereka dgn kalimat Allah. Hak kalian terhadap
mereka adalah mereka tak boleh membiarkan seseorang yang kalian benci
utk menginjak (menapak) di hamparan (permadani) kalian. Jika mereka
melakukan hal tersebut3 maka pukullah mereka dgn pukulan yang tak
keras.” (HR. Muslim no. 2941)
Sabda Nabi n kata Ibnul Atsir v adalah pukulan yang tak keras/ berat. (An-Nihayah fi Gharibil
Hadits, 1/113)
Rasul yang mulia juga menitahkan:
“Janganlah salah seorang dari kalian mencambuk istrinya seperti
mencambuk seorang budak, kemudian ternyata di akhir hari ia menggauli
istrinya.” (HR. Al-Bukhari no. 5204 & Muslim no. 7120)
Al-Imam
An-Nawawi v berkata: “Dalam hadits ini ada larangan memukul istri tanpa
alasan terpaksa dlm rangka mendidik.” (Al-Minhaj, 17/186)
Setelah ia
sakiti tubuh istrinya dgn cambukan, ternyata di akhir harinya atau di
malam harinya ia ingin bersenang-senang dgn tubuh tersebut. Tidakkah
tindakan seperti ini menghancurkan hati seorang wanita??? Ia disakiti
kemudian diminta utk melayani suami yang menyakitinya??? Sementara
sebagai istri, ia diharamkan utk menolak ajakan suaminya4. Dan sebagai
istri shalihah ia harus menyenangkan suaminya.5
Dengan demikian,
seorang suami yang berakal tak akan berlebih-lebihan dlm memukul
istrinya, kemudian beberapa waktu setelahnya ia menggaulinya. Karena
jima’ hanyalah baik dilakukan bila disertai kecondongan jiwa &
keinginan utk bergaul dgn baik. Sementara orang yang dipukul, secara
umum akan menjauh dari orang yang memukulnya. (Fathul Bari, 9/377)
Rasulullah n menasihatkan kepada sahabatnya Laqith bin Shabirah z ketika mengadukan kejelekan lisan istrinya:
“Janganlah engkau memukul istrimu seperti memukul budak perempuanmu.”
(Penggalan dari hadits yang diriwayatkan Abu Dawud no. 142, dishahihkan
Asy-Syaikh Al-Albani v dlm Shahih Abi Dawud)
Al-Imam Al-Baghawi v
dlm Syarhus Sunnah (1/418) setelah membawakan hadits di atas menyatakan
bahwa larangan dlm hadits ini bukan maknanya haram memukul istri jika
memang dibutuhkan.Karena Allah l sendiri membolehkannya apabila
dikhawatirkan perbuatan nusyuz dari istri. Allah l berfirman:
“Maka nasihatilah mereka, & tinggalkanlah mereka di tempat tidurnya & pukullah mereka.” (An-Nisa`: 34)
Yang dilarang hanyalah pukulan yang menyakitkan atau membuat cacat,
sebagaimana pukulan yang dikenakan terhadap para budak menurut kebiasaan
orang yang menganggap boleh memukul mereka. Diserupakannya dgn memukul
budak di sini juga bukan berarti boleh memukul budak6, namun konteksnya
di sini adalah utk mencela orang-orang yang melakukan perbuatan
tersebut, sehingga Rasulullah n melarang meniru mereka.
Kebiasaan
lain yang kita dapatkan dari suami yang suka memukul, seringnya yang
jadi sasaran pukulannya adalah wajah. Padahal menampar wajah hukumnya
haram sebagaimana disebutkan dlm beberapa hadits. Di antaranya:
“Janganlah engkau memukul wajah (istrimu), jangan menjelekkannya7, &
jangan memboikot (mendiamkan)-nya kecuali di dlm rumah8.” (HR. Abu
Dawud no. 2142 & selainnya, dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil v dlm
Al-Jami’ush Shahih, 3/86)
Demikian juga hadits:
“Apabila salah seorang dari kalian memukul saudaranya9 maka hendaknya ia menjauhi wajah.” (HR. Muslim no. 6594)
Dalam riwayat lain:
“…maka jangan sekali-kali ia menampar wajah.” (HR. Muslim no. 6597)
Demikianlah… Lebih dari semua itu, teladan kita yang mulia Rasulullah n
adalah suami yang sangat lembut. Tak pernah melakukan kekerasan
terhadap istrinya, & tak pernah memukul seorang pun. Sebagaimana
berita dari salah seorang istri beliau Ummul Mukminin Aisyah x:
“Rasulullah n sama sekali tak pernah memukul seorang pun dgn tangannya.
Tidak pernah memukul seorang wanita, tak pernah pula memukul
pembantunya, kecuali bila beliau berjihad fi sabilillah….” (HR. Muslim
no. 6004)
Nasihat Seorang Ulama dlm Menghadapi Suami yang Kasar
Para istri yang menerima perlakuan kasar dari suami mereka mungkin
bertanya-tanya, bagaimana menghadapi suami mereka yang tipenya demikian.
Sebagaimana pertanyaan yang pernah diajukan seorang wanita kepada
seorang ‘alim rabbani, Syaikh yang mulia Abdul ‘Aziz bin Baz v yang
waktu itu menjabat sebagai mufti kerajaan Saudi Arabi.
Sang wanita
mengadu, “Suami saya tak menaruh perhatian kepada saya di dlm rumah. Ia
selalu bermuka masam lagi sempit dada. Katanya, sayalah yang menjadi
penyebabnya. Padahal Allah -segala puji bagi-Nya- mengetahui bagaimana
keadaan saya yang sebenarnya. Saya selalu menunaikan haknya &
senantiasa berupaya mempersembahkan untuknya segala kenyamanan &
ketenangan, serta menjauhkan darinya segala yang tak disukainya. Saya
juga menyabari tindak tanduknya yang kaku lagi kasar. Setiap saya
bertanya kepadanya tentang sesuatu atau mengajaknya bicara satu hal, ia
murka & mendidih kemarahannya. Ia mengomentari bahwa omongan saya
itu tak ada artinya, ucapan orang yang pandir & dungu. Padahal suami
saya ini selalu berseri-seri wajahnya bila bersama kawan-kawannya. Tapi
kalau bersama saya, tak pernah saya dapati darinya kecuali ucapan yang
menjelekkan & pergaulan yang buruk. Sungguh saya sakit menerima
semua ini darinya. Dan ia banyak menyiksa saya, sehingga membuat saya
beberapa kali berniat meninggalkan rumah. Saya sendiri adalah seorang
wanita yang alhamdulillah menunaikan apa yang Allah l wajibkan kepada
saya.
Syaikh yang mulia, apakah saya berdosa bila meninggalkan rumah
suami saya bersama anak-anak saya, kemudian menyibukkan diri mendidik
anak-anak saya & menanggung sendiri beban kehidupan ini? Ataukah
saya harus tetap tinggal bersamanya dlm keadaan yang seperti ini,
menahan diri (berpuasa) dari berbicara dengannya, & dari menyertai
serta ikut merasakan permasalahan-permasalahannya? Berilah fatwa kepada
saya, apa yang harus saya lakukan. Semoga Allah l membalas anda dgn
kebaikan.”
Syaikh yang mulia v menasihatkan, “Tidaklah diragukan
bahwa wajib bagi suami istri utk bergaul dgn ma’ruf, saling memberikan
kecintaan, & bergaul dgn akhlak yang utama, berdasarkan firman Allah
l:
“Bergaullah kalian (wahai para suami) dgn mereka (para istri) dgn ma’ruf.” (An-Nisa`: 19)
Dan juga firman-Nya:
“Mereka (para istri) memiliki hak yang seimbang dgn kewajiban mereka
dgn cara yang ma’ruf, & para suami memiliki kelebihan satu tingkat
di atas mereka.” (Al-Baqarah: 228)
Dan sabda Nabi n:
“Kebaikan itu adalah akhlak yang baik.” (HR. Muslim)
Demikian pula sabda beliau n:
“Jangan sekali-kali engkau meremehkan perbuatan baik sedikitpun,
walaupun hanya berupa memberikan wajah yang manis saat berjumpa dgn
saudaramu.” (HR. Muslim)
Dan ucapan beliau n:
“Mukmin yang
paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan
sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya. Dan
aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.”10
Masih banyak lagi hadits-hadits yang berisi hasungan utk berakhlak yang
baik, berjumpa dgn wajah yang cerah & bergaul yang baik di antara
kaum muslimin secara umum. Tentunya, lebih utama lagi pergaulan antara
suami istri & dgn karib kerabat.
Sungguh anda telah melakukan
perkara yang baik dgn kesabaran & ketabahan anda dlm menanggung
kekakuan & jeleknya akhlak suami anda. Saya pesankan kepada anda utk
terus menambah kesabaran & jangan meninggalkan rumah suami anda.
Karena dgn terus bertahan dlm kesabaran Insya Allah ada kebaikan yang
besar & akhir yang baik, berdasarkan firman Allah l:
“Bersabarlah kalian karena sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal: 46)
“Sesungguhnya siapa yang bertakwa & bersabar maka sungguh Allah tak
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (Yusuf: 90)
“Hanyalah orang-orang yang bersabar itu diberikan pahala mereka tanpa batasan.” (Az-Zumar: 10)
“Bersabarlah engkau, sesungguhnya akhir/kesudahan yang baik itu diperuntukkan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Hud: 49)
Tidak ada larangan bagi anda utk mengajaknya bercanda & berbincang
dgn menggunakan kata-kata yang bisa melunakkan hatinya. Yang
menyebabkannya senang kepada anda & membuatnya menyadari hak anda
terhadapnya.
Tidak usah anda menuntut kebutuhan-kebutuhan duniawi
kepadanya selama ia masih menegakkan perkara-perkara penting yang wajib.
Sehingga hatinya menjadi lapang & dadanya menjadi luas dari
menghadapi tuntutan-tuntutan anda. Anda akan mendapatkan akhir/kesudahan
yang baik Insya Allah.
Semoga Allah l memberi taufik kepada anda
agar memberi anda tambahan seluruh kebaikan. Dan semoga Dia memperbaiki
keadaan suami anda, memberinya ilham kepada kelurusan &
menganugerahinya akhlak yang baik serta penuh perhatian terhadap hak-hak
yang ada. Sesungguhnya Allah l adalah sebaik-baik Dzat yang diminta,
& Dia memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Al-Fatawa, Kitab
Ad-Da’awat, 1/193-195)
Demikian nasihat dari seorang ulama kepada istri yang menerima sikap kasar dari suami.
Maka bersabarlah & terus bersabar, disertai doa kepada Ar-Rahman…!
Sungguh kesudahan yang baik akan anda raih dgn izin Allah l.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
1
Adapun hadits yang berisi larangan secara mutlak dari Rasulullah n utk
memukul istri setelah sebelumnya mengizinkannya, tidaklah shahih.
Seperti hadits Ibnu ‘Abbas c, ia berkata:
أَنَّ الرِّجَالَ اسْتَأْذَنُوْا رَسُولَ اللهِ فِي ضَرْبِ النِّسَاءِ فَأَذِنَ لَهُمْ، فَضَرَبُوْهُنَّ. فَباَتَ فَسَمِعَ صَوْتًا عَالِيًا فَقَالَ:
مَا هَذَا؟ فَقَالُوا: أَذِنْتَ لِلرِّجَالِ فِي ضَرْبِ النِّسَاءِ فَصَرَبُوْهُنَّ. فَنَهَاهُمْ وَقَالَ: خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ
“Ada orang-orang yang minta izin kepada Rasulullah agar dibolehkan
memukul istri. Beliau pun mengizinkannya hingga mereka memukul
istri-istri mereka. Saat berada di waktu malam, beliau mendengar suara
yang tinggi/keras. Beliau bertanya, “Suara apa itu?” tanya beliau.
Mereka menjawab, “Engkau telah mengizinkan beberapa orang utk memukul
istri, lalu mereka memukulnya.” Rasulullah kemudian melarang mereka
& bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap
istrinya, & aku adalah orang terbaik di antara kalian terhadap
keluarganya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban & Al-Bazzar)