Sabtu, 30 Maret 2013

Bila Suami Berperangai Kasar Istri Rasulullah

Bila Suami Berperangai Kasar Istri Rasulullah

(oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah)

Seorang ibu dari tiga anak tampak menahan isak tangisnya ketika menceritakan perlakuan yang diterimanya dari suaminya. Ketidakpedulian, ucapan yang kasar, & pukulan sudah menjadi kawan dlm hidupnya selama berkeluarga. Sebenarnya sakit di badan sudah tak dirasakan namun sakit di hati terus tersimpan hingga membawanya utk mengadukan kisah hidupnya dgn satu asa akan ada jalan keluar dari deraan derita.
Betapa malang nasib seorang wanita yang lemah bila mendapatkan suami yang berperangai kasar lagi “ringan tangan” seperti itu. Padahal Rasul yang mulia n telah bertitah:
“Janganlah kalian memukul hamba-hamba perempuan Allah.”
Datanglah ‘Umar ibnul Khaththab z utk mengadu:
“Wahai Rasulullah, sungguh para istri telah berbuat durhaka kepada suami-suami mereka.”
Mendengar pengaduan ini Rasulullah n memberi izin kepada para suami utk memukul istrinya. Namun ternyata setelahnya banyak wanita datang menemui istri-istri Rasulullah n guna mengadukan suami-suami mereka. Maka kata beliau n:
“Sungguh banyak wanita berkeliling di keluarga Muhammad guna mengadukan suami-suami mereka. Bukanlah para suami yang memukul istri (dengan keras) itu orang yang terbaik di antara kalian.” (HR. Abu Dawud no. 2145, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dlm Shahih Abi Dawud)
Kata Rasul n, mereka bukanlah orang yang terbaik, karena suami yang terbaik tak akan memukul istrinya. Justru ia bersabar dgn kekurangan yang ada pada istrinya. Kalaupun ingin memberi (pukulan) pendidikan kepada istrinya, ia tak akan memukulnya dgn keras hingga membuatnya mengadu/mengeluh. (‘Aunul Ma’bud, Kitab An-Nikah, bab Fi Dharbin Nisa`)
Al-Imam Al-Baghawi v menjelaskan bahwa sekalipun memukul istri dibolehkan karena akhlak mereka yang jelek misalnya, namun menahan diri & bersabar atas kejelekan mereka serta tak memukul mereka justru lebih utama & lebih bagus. Ucapan yang semakna dgn ini juga dihikayatkan dari Al-Imam Asy-Syafi’i v. (Syarhus Sunnah, 9/187)
Apakah suami sama sekali tak dibolehkan memukul istrinya? Jawabannya sebagaimana yang telah diisyaratkan di atas, boleh bila memang diperlukan1. Adapun bila memukul itu sudah menjadi kebiasaan, salah sedikit pukul, marah sedikit pukul, hingga si istri babak belur, maka jelas tidaklah diperbolehkan.
Bila istri berbuat nusyuz, durhaka kepada suaminya & tak mempan dinasihati dgn baik, tak pula berubah setelah ‘diboikot’ di tempat tidurnya, ketika itu suami dibolehkan menempuh tahapan ketiga utk meluruskan kebengkokan istrinya, yaitu dgn memukulnya. Tahapan ini ditunjukkan dlm firman Allah l:
“Dan para istri yang kalian khawatirkan (kalian ketahui & yakini2) nusyuznya maka hendaklah kalian menasihati mereka, meninggalkan mereka di tempat tidurnya, & pukullah mereka.” (An-Nisa`: 34)
Dengan demikian, cara pukulan barulah ditempuh setelah cara lain tak manjur. Bukan pukulan jadi tameng pertama utk menghadapi atau menghukum kesalahan istri.
Rasulullah n ketika menasihati Fathimah bintu Qais x dlm urusan pernikahan, beliau memberi bimbingan agar Fathimah jangan menerima lamaran laki-laki yang diketahui suka memukul wanita. Kisahnya bisa kita simak berikut ini:
Fathimah bintu Qais x ditalak tiga oleh suaminya Abu ‘Amr bin Hafsh. Ia lalu menjalani masa iddahnya & Rasulullah n telah berpesan, “Bila engkau telah selesai dari iddahmu, beritahu aku.” Selesai masa iddahnya, Fathimah mengabarkan kepada Rasulullah n bahwa ia dilamar oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan & Abul Jahm c. Rasulullah n bersabda:
“Adapun Abul Jahm, ia tak pernah meletakkan tongkatnya dari pundaknya. Sedangkan Mu’awiyah seorang yang fakir tak berharta, maka (jangan engkau menikah dgn salah satunya, tapi –pent.) menikahlah dgn Usamah bin Zaid.” (HR. Muslim no. 3681)
Makna “tidak pernah meletakkan tongkatnya dari pundaknya” ditunjukkan dlm riwayat lain:
“Adapun Mu’awiyah, ia lelaki yang fakir tak berharta. Sedangkan Abul Jahm adalah lelaki yang suka memukul para wanita….” (HR. Muslim no. 3696)
“Adapun Mu’awiyah, ia seorang yang fakir lemah keadaannya. Sedangkan Abul Jahm memiliki sifat keras terhadap para wanita –atau ia biasa memukul para wanita, atau yang semisalnya–….” (HR. Muslim no. 3697)
Apabila seorang suami terpaksa memukul istri maka pukulan tersebut tak boleh sampai membuat cacat. Hendaklah ia memukul dgn pukulan yang ringan, sehingga tak membuat si istri menjauh ataupun mendendam kepada suaminya. (Fathul Bari, 9/377)
Saat menyampaikan khutbah dlm haji Wada’, Nabi n memberi wejangan:
“Bertakwalah kalian kepada Allah dlm perkara para wanita (istri), karena kalian mengambil mereka dgn amanah dari Allah & kalian menghalalkan kemaluan mereka dgn kalimat Allah. Hak kalian terhadap mereka adalah mereka tak boleh membiarkan seseorang yang kalian benci utk menginjak (menapak) di hamparan (permadani) kalian. Jika mereka melakukan hal tersebut3 maka pukullah mereka dgn pukulan yang tak keras.” (HR. Muslim no. 2941)
Sabda Nabi n kata Ibnul Atsir v adalah pukulan yang tak keras/ berat. (An-Nihayah fi Gharibil Hadits, 1/113)
Rasul yang mulia juga menitahkan:
“Janganlah salah seorang dari kalian mencambuk istrinya seperti mencambuk seorang budak, kemudian ternyata di akhir hari ia menggauli istrinya.” (HR. Al-Bukhari no. 5204 & Muslim no. 7120)
Al-Imam An-Nawawi v berkata: “Dalam hadits ini ada larangan memukul istri tanpa alasan terpaksa dlm rangka mendidik.” (Al-Minhaj, 17/186)
Setelah ia sakiti tubuh istrinya dgn cambukan, ternyata di akhir harinya atau di malam harinya ia ingin bersenang-senang dgn tubuh tersebut. Tidakkah tindakan seperti ini menghancurkan hati seorang wanita??? Ia disakiti kemudian diminta utk melayani suami yang menyakitinya??? Sementara sebagai istri, ia diharamkan utk menolak ajakan suaminya4. Dan sebagai istri shalihah ia harus menyenangkan suaminya.5
Dengan demikian, seorang suami yang berakal tak akan berlebih-lebihan dlm memukul istrinya, kemudian beberapa waktu setelahnya ia menggaulinya. Karena jima’ hanyalah baik dilakukan bila disertai kecondongan jiwa & keinginan utk bergaul dgn baik. Sementara orang yang dipukul, secara umum akan menjauh dari orang yang memukulnya. (Fathul Bari, 9/377)
Rasulullah n menasihatkan kepada sahabatnya Laqith bin Shabirah z ketika mengadukan kejelekan lisan istrinya:
“Janganlah engkau memukul istrimu seperti memukul budak perempuanmu.” (Penggalan dari hadits yang diriwayatkan Abu Dawud no. 142, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani v dlm Shahih Abi Dawud)
Al-Imam Al-Baghawi v dlm Syarhus Sunnah (1/418) setelah membawakan hadits di atas menyatakan bahwa larangan dlm hadits ini bukan maknanya haram memukul istri jika memang dibutuhkan.Karena Allah l sendiri membolehkannya apabila dikhawatirkan perbuatan nusyuz dari istri. Allah l berfirman:
“Maka nasihatilah mereka, & tinggalkanlah mereka di tempat tidurnya & pukullah mereka.” (An-Nisa`: 34)
Yang dilarang hanyalah pukulan yang menyakitkan atau membuat cacat, sebagaimana pukulan yang dikenakan terhadap para budak menurut kebiasaan orang yang menganggap boleh memukul mereka. Diserupakannya dgn memukul budak di sini juga bukan berarti boleh memukul budak6, namun konteksnya di sini adalah utk mencela orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut, sehingga Rasulullah n melarang meniru mereka.
Kebiasaan lain yang kita dapatkan dari suami yang suka memukul, seringnya yang jadi sasaran pukulannya adalah wajah. Padahal menampar wajah hukumnya haram sebagaimana disebutkan dlm beberapa hadits. Di antaranya:
“Janganlah engkau memukul wajah (istrimu), jangan menjelekkannya7, & jangan memboikot (mendiamkan)-nya kecuali di dlm rumah8.” (HR. Abu Dawud no. 2142 & selainnya, dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil v dlm Al-Jami’ush Shahih, 3/86)
Demikian juga hadits:
“Apabila salah seorang dari kalian memukul saudaranya9 maka hendaknya ia menjauhi wajah.” (HR. Muslim no. 6594)
Dalam riwayat lain:
“…maka jangan sekali-kali ia menampar wajah.” (HR. Muslim no. 6597)
Demikianlah… Lebih dari semua itu, teladan kita yang mulia Rasulullah n adalah suami yang sangat lembut. Tak pernah melakukan kekerasan terhadap istrinya, & tak pernah memukul seorang pun. Sebagaimana berita dari salah seorang istri beliau Ummul Mukminin Aisyah x:
“Rasulullah n sama sekali tak pernah memukul seorang pun dgn tangannya. Tidak pernah memukul seorang wanita, tak pernah pula memukul pembantunya, kecuali bila beliau berjihad fi sabilillah….” (HR. Muslim no. 6004)

Nasihat Seorang Ulama dlm Menghadapi Suami yang Kasar
Para istri yang menerima perlakuan kasar dari suami mereka mungkin bertanya-tanya, bagaimana menghadapi suami mereka yang tipenya demikian. Sebagaimana pertanyaan yang pernah diajukan seorang wanita kepada seorang ‘alim rabbani, Syaikh yang mulia Abdul ‘Aziz bin Baz v yang waktu itu menjabat sebagai mufti kerajaan Saudi Arabi.
Sang wanita mengadu, “Suami saya tak menaruh perhatian kepada saya di dlm rumah. Ia selalu bermuka masam lagi sempit dada. Katanya, sayalah yang menjadi penyebabnya. Padahal Allah -segala puji bagi-Nya- mengetahui bagaimana keadaan saya yang sebenarnya. Saya selalu menunaikan haknya & senantiasa berupaya mempersembahkan untuknya segala kenyamanan & ketenangan, serta menjauhkan darinya segala yang tak disukainya. Saya juga menyabari tindak tanduknya yang kaku lagi kasar. Setiap saya bertanya kepadanya tentang sesuatu atau mengajaknya bicara satu hal, ia murka & mendidih kemarahannya. Ia mengomentari bahwa omongan saya itu tak ada artinya, ucapan orang yang pandir & dungu. Padahal suami saya ini selalu berseri-seri wajahnya bila bersama kawan-kawannya. Tapi kalau bersama saya, tak pernah saya dapati darinya kecuali ucapan yang menjelekkan & pergaulan yang buruk. Sungguh saya sakit menerima semua ini darinya. Dan ia banyak menyiksa saya, sehingga membuat saya beberapa kali berniat meninggalkan rumah. Saya sendiri adalah seorang wanita yang alhamdulillah menunaikan apa yang Allah l wajibkan kepada saya.
Syaikh yang mulia, apakah saya berdosa bila meninggalkan rumah suami saya bersama anak-anak saya, kemudian menyibukkan diri mendidik anak-anak saya & menanggung sendiri beban kehidupan ini? Ataukah saya harus tetap tinggal bersamanya dlm keadaan yang seperti ini, menahan diri (berpuasa) dari berbicara dengannya, & dari menyertai serta ikut merasakan permasalahan-permasalahannya? Berilah fatwa kepada saya, apa yang harus saya lakukan. Semoga Allah l membalas anda dgn kebaikan.”
Syaikh yang mulia v menasihatkan, “Tidaklah diragukan bahwa wajib bagi suami istri utk bergaul dgn ma’ruf, saling memberikan kecintaan, & bergaul dgn akhlak yang utama, berdasarkan firman Allah l:
“Bergaullah kalian (wahai para suami) dgn mereka (para istri) dgn ma’ruf.” (An-Nisa`: 19)
Dan juga firman-Nya:
“Mereka (para istri) memiliki hak yang seimbang dgn kewajiban mereka dgn cara yang ma’ruf, & para suami memiliki kelebihan satu tingkat di atas mereka.” (Al-Baqarah: 228)
Dan sabda Nabi n:
“Kebaikan itu adalah akhlak yang baik.” (HR. Muslim)
Demikian pula sabda beliau n:
“Jangan sekali-kali engkau meremehkan perbuatan baik sedikitpun, walaupun hanya berupa memberikan wajah yang manis saat berjumpa dgn saudaramu.” (HR. Muslim)
Dan ucapan beliau n:
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya. Dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.”10
Masih banyak lagi hadits-hadits yang berisi hasungan utk berakhlak yang baik, berjumpa dgn wajah yang cerah & bergaul yang baik di antara kaum muslimin secara umum. Tentunya, lebih utama lagi pergaulan antara suami istri & dgn karib kerabat.
Sungguh anda telah melakukan perkara yang baik dgn kesabaran & ketabahan anda dlm menanggung kekakuan & jeleknya akhlak suami anda. Saya pesankan kepada anda utk terus menambah kesabaran & jangan meninggalkan rumah suami anda. Karena dgn terus bertahan dlm kesabaran Insya Allah ada kebaikan yang besar & akhir yang baik, berdasarkan firman Allah l:
“Bersabarlah kalian karena sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal: 46)
“Sesungguhnya siapa yang bertakwa & bersabar maka sungguh Allah tak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (Yusuf: 90)
“Hanyalah orang-orang yang bersabar itu diberikan pahala mereka tanpa batasan.” (Az-Zumar: 10)
“Bersabarlah engkau, sesungguhnya akhir/kesudahan yang baik itu diperuntukkan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Hud: 49)
Tidak ada larangan bagi anda utk mengajaknya bercanda & berbincang dgn menggunakan kata-kata yang bisa melunakkan hatinya. Yang menyebabkannya senang kepada anda & membuatnya menyadari hak anda terhadapnya.
Tidak usah anda menuntut kebutuhan-kebutuhan duniawi kepadanya selama ia masih menegakkan perkara-perkara penting yang wajib. Sehingga hatinya menjadi lapang & dadanya menjadi luas dari menghadapi tuntutan-tuntutan anda. Anda akan mendapatkan akhir/kesudahan yang baik Insya Allah.
Semoga Allah l memberi taufik kepada anda agar memberi anda tambahan seluruh kebaikan. Dan semoga Dia memperbaiki keadaan suami anda, memberinya ilham kepada kelurusan & menganugerahinya akhlak yang baik serta penuh perhatian terhadap hak-hak yang ada. Sesungguhnya Allah l adalah sebaik-baik Dzat yang diminta, & Dia memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Al-Fatawa, Kitab Ad-Da’awat, 1/193-195)
Demikian nasihat dari seorang ulama kepada istri yang menerima sikap kasar dari suami.
Maka bersabarlah & terus bersabar, disertai doa kepada Ar-Rahman…! Sungguh kesudahan yang baik akan anda raih dgn izin Allah l.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
1 Adapun hadits yang berisi larangan secara mutlak dari Rasulullah n utk memukul istri setelah sebelumnya mengizinkannya, tidaklah shahih. Seperti hadits Ibnu ‘Abbas c, ia berkata:
أَنَّ الرِّجَالَ اسْتَأْذَنُوْا رَسُولَ اللهِ فِي ضَرْبِ النِّسَاءِ فَأَذِنَ لَهُمْ، فَضَرَبُوْهُنَّ. فَباَتَ فَسَمِعَ صَوْتًا عَالِيًا فَقَالَ:
مَا هَذَا؟ فَقَالُوا: أَذِنْتَ لِلرِّجَالِ فِي ضَرْبِ النِّسَاءِ فَصَرَبُوْهُنَّ. فَنَهَاهُمْ وَقَالَ: خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ
“Ada orang-orang yang minta izin kepada Rasulullah agar dibolehkan memukul istri. Beliau pun mengizinkannya hingga mereka memukul istri-istri mereka. Saat berada di waktu malam, beliau mendengar suara yang tinggi/keras. Beliau bertanya, “Suara apa itu?” tanya beliau. Mereka menjawab, “Engkau telah mengizinkan beberapa orang utk memukul istri, lalu mereka memukulnya.” Rasulullah kemudian melarang mereka & bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, & aku adalah orang terbaik di antara kalian terhadap keluarganya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban & Al-Bazzar)

1 komentar:

  1. Taipan Indonesia | Taipan Asia | Bandar Taipan | BandarQ Online
    SITUS JUDI KARTU ONLINE EKSKLUSIF UNTUK PARA BOS-BOS
    Kami tantang para bos semua yang suka bermain kartu
    dengan kemungkinan menang sangat besar.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    Cukup Dengan 1 user ID sudah bisa bermain 7 Games.
    • AduQ
    • BandarQ
    • Capsa
    • Domino99
    • Poker
    • Bandarpoker.
    • Sakong
    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • FaceBook : @TaipanQQinfo
    • WA :+62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61
    Come & Join Us!!

    BalasHapus